KEPUTUSAN UNTUK MENGAMPUNI

Matius 6:12, 14-15

Pengampunan adalah bagian dari iman Kristen. Jika kita percaya kepada konsep pengampunan Ilahi, dimana dosa manusia yang besar ditutupi oleh kasih yang begitu besar (Yohanes 3:16a). Maka hal yang dituntut dari kita adalah menerapkan pengampunan yang sudah kita terima itu pada tingkatan sesama manusia. Hal ini sudah pernah saya jelaskan di khotbah tentang “Matematika Ilahi” di Ibadah Raya.

Dalam praktik pengampunan, Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang seorang raja dan hamba-hambanya. Matius 18:21-35. Jika memperhatikan dengan saksama, maka kesimpulan dari Perumpamaan itu ada di ayat 35. Maksudnya Tuhan tidak berkenan, bahkan “marah” ketika kita tidak mengasihani sesama kita, dengan mengampuni kesalahannya.

Hal ini nampak seperti standar yang begitu tinggi. Namun kita percaya bahwa ini adalah kerinduan Allah supaya kita juga mencapai standarnya. Allah ingin, dan juga merencanakan, supaya kita serupa denganNYA. Roma 8:28-29. Betapa baiknya Allah kita, standar ini disertai juga dengan cara untuk mencapainya. IA menyediakan bantuan untuk kita dalam frase “turut bekerja”.

Sebelum sampai ke tindakan mengambil keputusan, kita perlu memulai dengan:

  1. Memikirkan. Nampaknya sepele tetapi ini penting. Karena pikiran akan melahirkan perbuatan-perbuatan. Kolose 1:21.
  2. Mencari pilihan-pilihan. Pilihan banyak tersedia, tetapi untuk hal mengampuni, itu selalu menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan mengeluarkan reaksi marah. Karena marah dapat membawa kita kepada dosa. Kejadian 4:6-7.  Allah memberi pilihan kepada Kain, sayangnya ia memilih untuk melampiaskan marahnya.
  3. Menimbang dengan bijaksana. Kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan kepada diri kita supaya mendapat pertimbangan yang bijaksana. Pertanyaan itu misalnya, apakah dengan tidak mengampuni masalah dapat terselesaikan? Atau siapa yang menerima manfaat saat saya tidak mengampuni orang lain? Amsal 3:21, Pengkhotbah 3:6.

Sesama kita yang paling dekat adalah keluarga kita, baik secara jasmani, maupun secara rohani. Mereka adalah orang-orang yang paling pertama bisa kita praktikkan pengampunan. Keluarga jasmani kita (pasangan dan anak-anak) perlu melihat sosok yang penuh kasih. Efesus 5:23, 25. Keluarga rohani kita pun perlu merasakan keramahan dan pengampunan yang kita berikan pada mereka. Kita juga adalah satu tubuh dengan mereka dalam Kristus. Efesus 4:5, 32. Mari kita ambil keputusan yang menunjukkan iman Kristen kita dengan mengampuni.

Now available on e-Book format: “Anugerah Setiap Hari”

A simple book that has been part of my life. If you want to have a copy please visit:

Mahanaim Publishers (powered by Google Books),

or Mahanaim Online Shop (powered by Tokopedia).

Get it now for your food of thought.

JADI KUAT

Mazmur 31:25.

Jemaat Mahanaim kita memasuki bulan ketiga dalam belajar bersama mengenai dasar-dasar iman Kristen. Jika di bulan Februari kita belajar tentang “Baptisan Air”, dimana komitmen kita diproklamirkan. Kemudian di bulan Maret kita belajar tentang “Keselamatan”, dimana keyakinan kita dipastikan. Maka sekarang di bulan April kita belajar tentang “Berakar ke Dalam”, dimana kesalehan kita dikuatkan.

Kesalehan erat hubungannya dengan bagaimana kita bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah bagi Tuhan. Seperti yang sering saya ilustrasikan, tentu saja cara ibadah kita setelah memproklamirkan diri sebagai pengikut Kristus tidak akan sama seperti dulu ketika kita masih di awal-awal mengenal keselamatan. Harusnya ada peningkatan, dimana kita semakin mengakar dalam pengiringan kita kepada Kristus. Sama seperti seseorang, semakin bertambah usia, semakin ia menjadi kuat dalam hal fisik, mental, dan spiritual.

Kalau kita melihat konteks dari Mazmur 31 kita melihat bahwa orang-orang yang percaya kepada Tuhan tetap menghadapi tantangan dalam perjalanan kehidupannya. Kita tentu ingat keputusasaan Pengkhotbah saat ia melihat segala pekerjaan dan usahanya nampak sia-sia. Pengkhotbah 2:11. Keluhan yang sama kita lihat di Mazmur 31:11.

Namun kita malahan harus menguatkan dan meneguhkan hati di tengah tantangan hidup. Hal yang sama Tuhan juga katakan kepada Yosua sebelum ia memimpin bangsa Israel. Yosua 1:6-7, 9. Ingat Allah ingin mendewasakan kita dan tidak ingin kita terus ada dalam zona nyaman. Ulangan 32:11-12, Mazmur 23:4-5, Ibrani 5:12-14. Karena itu “akar spiritual” kita harus menjadi kuat, selaras dengan usia pengiringan kita pada Tuhan.

Dalam praktik kehidupan Kristen kita berakar semakin kuat saat kita:

  • Berdoa.

Berulang kali Alkitab memberi referensi tentang tokoh-tokoh Alkitab yang menjadi kuat lewat doa. 2Samuel 12:16, 20, Matius 26:36-42.

  • Bersekutu.

Dalam persekutuan dengan orang yang takut akan Tuhan dan taat kepadaNYA di dalamnya ada kekuatan. Mazmur 119:63. Contohnya ada di 2Tawarikh 20:4-20, dan Kisah Para Rasul 16:4-5.  

  • Berdiam merenungi pembacaan firman Tuhan.

Firman Tuhan adalah segala perintah, pengajaran, dan nasihat Ilahi yang ada dalam Alkitab. Mazmur 119:97-107, 1Tesalonika 2:12-14.

  • Berpuasa.

Puasa menjadi ketetapan Allah untuk suatu peringatan di Perjanjian Lama. Imamat 16:29-31. Dalam Perjanjian Baru ini menjadi penanda dari seorang pelayan Allah. 2Korintus 6:4-5.

Hal-hal ini tentu sudah dan akan terus diajarkan di KeMah, Ibadah Wadah, dan dalam banyak kesempatan kita bersekutu. Khusus saat ini jika kita bersekutu mengingat akan pengorbanan Yesus di kayu salib, hendaknya hati kita dikuatkan dan diteguhkan oleh pengharapan dalam tubuh dan darahNYA.

Dalam persekutuan dalam DIA kita diingatkan bahwa kita menjadi satu bagian dalam tubuh dan darahNYA. Demikian juga semua orang percaya yang bersekutu dalam Perjamuan Tuhan bersama kita. 1Korintus 10:16-17. Jadilah pengikut Kristus yang kuat dalam persekutuan ibadah kita.

KESEMPATAN MANUSIA MEMPEROLEH KESELAMATAN

Markus 16:16.

Paskah menurut Injil yang ditulis oleh Markus, memberikan kepada kita pilihan, melalui ucapan Yesus sendiri: “mau pilih selamat” atau “mau pilih dihukum”. Rangkaian Paskah sudah terjadi sebelum kemudian ayat ini muncul di Injil Markus. Mengenai Paskah (Ibr.: pesakh, Ing.: passover), secara arti kata kita bisa menerjemahkannya: “untuk melewati”.[1] Maksudnya kebinasaan harusnya melawat suatu tempat/rumah, tetapi kasih karunia meluputkan tempat tersebut. Sehingga kebinasaan “melewati” rumah tersebut.

Premis utama kita sepanjang bulan ini adalah “semua manusia membutuhkan, atau merindukan, keselamatan”. Tentu saja yang dimaksud bukanlah “ilmu selamat” yang sempat diperkenalkan personel “Agak Laen”. Ilmu Selamat ini mereka kutip dari kebiasaan orang-orang Medan yang mengelak dari tanggung jawab.

Keselamatan yang dibutuhkan atau dirindukan adalah keselamatan dari sesuatu yang lebih besar keselamatan yang nilainya kekal. Karena kalau hanya untuk menghindari kematian di bumi, kemungkinannya sangat kecil. Merujuk dari Alkitab hanya Henokh (Kejadian 5:21-24), Elia (2Raja-raja 2:11), dan orang-orang percaya (Gereja Sempurna) yang hidup sampai kedatangan Yesus kedua kali (1Tesalonika 4:16-18), tidak mengalami kematian tubuh.

Ada suatu film Indonesia yang diadaptasi dari film Korea berjudul “Kalian Pasti Mati”. Sinopsisnya bercerita tentang “seorang pemuda yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal. Dia harus menggunakan kemampuannya untuk menghentikan roh jahat yang dipenuhi dendam terhadap teman sekolahnya. Sementara itu dia bertekad untuk membantu sesosok hantu cantik untuk mengembalikan ingatannya.”[2]  Menarik sekali memang melihat orang Indonesia begitu tertarik dengan tayangan horor, yang tidak mendatangkan keselamatan.[3]

Tetapi menarik judul “Kalian Pantas Mati” sepertinya cocok dengan keadaan manusia yang berada di bawah kutuk maut. Roma 5:12. Semua manusia adalah pendosa, seharusnya semua manusia mengalami kematian kekal, inilah yang dimaksud maut itu. Tetapi kasih karunia Allah memberikan kepada kita kesempatan untuk keluar dari kematian kekal, dan malahan mendapatkan keselamatan yang kekal. Markus 16:8.

Manusia yang jatuh dalam dosa, telah sampai di keadaan yang sangat mengerikan. Banyak orang tidak lagi peduli dengan keselamatan dirinya sendiri, salah satu dari mereka menurut Yesus disebut orang bodoh. Lukas 12:19-21.  Manusia berdosa juga bisa tidak memikirkan keselamatan orang lain yang terdekat dengannya. Seperti kasus ibu yang meninggalkan anaknya meninggal demi berpesta.[4]

Tetapi Tuhan yang kita sembah tidak demikian. IA begitu mengasihi kita dan memikirkan untuk memberi kesempatan kepada manusia untuk selamat. Kita akan kehabisan waktu untuk membahas semua peristiwa. Tetapi Paskah pertama saat Israel keluar dari Mesir, jelas menjadi kesempatan Allah untuk manusia memperoleh keselamatan. Keluaran 12:26-27.  

Yesus menggenapi ini dengan kematianNYA di atas kayu salib. Kebangkitannya memberikan kita jaminan akan pengharapan yang kekal. 1Petrus 1:3. Keselamatan bukan lagi sesuatu yang diperkirakan, tetapi sesuatu yang dipastikan untuk masa depan kita. Karena itu di perayaan kebangkitan Yesus, biarlah kita menaikkan ucapan syukur untuk kesempatan Keselamatan ini.


[1] Chabad eds., “What Is Passover (Pesach)?”  https://www.chabad.org/holidays/passover/pesach_cdo/aid/871715/jewish/What-Is-Passover-Pesach.htm. Terakhir diakses pada 16 Maret 2024.

[2] CNN Indonesia eds., ” Sinopsis Kalian Pantas Mati, Film Horor tentang Teror Hantu Bermasker”  https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20230926085630-225-1003730/sinopsis-kalian-pantas-mati-film-horor-tentang-teror-hantu-bermasker. Terakhir diakses pada 31 Maret 2024.

 [3] Wayan Diananto, “6 Fakta Film Kalian Pantas Mati: Adaptasi Resmi Mourning Grave dari Korea, Rekrut 2 Personel JKT48” https://www.liputan6.com/showbiz/read/5051248/6-fakta-film-kalian-pantas-mati-adaptasi-resmi-mourning-grave-dari-korea-rekrut-2-personel-jkt48. Terakhir diakses pada 31 Maret 2024.

[4] Yulia Lisnawati, “Demi Pesta, Ibu Tinggalkan Bayinya Seminggu Sampai Meninggal”  https://www.liputan6.com/citizen6/read/3243444/demi-pesta-ibu-tinggalkan-bayinya-seminggu-sampai-meninggal. Terakhir diakses pada 31 Maret 2024.

SALIB

1Korintus 1:18.

Salib adalah simbol kekristenan yang paling terkenal.[1] Meskipun demikian ada orang berusaha untuk membangun opini bahwa “salib” adalah lambang kematian yang hina dan menyengsarakan. Bahkan orang tersebut secara terbuka menganggap salah kalau kemudian ada orang Kristen memakai salib sebagai ikon untuk mengingat pengorbanan Tuhan Yesus Kristus.

Bahkan saya pernah mendengar orang yang menyamakan salib di zaman dahulu dengan peti mati di zaman sekarang! Jadi kita yang memakai salib sebenarnya sedang memajang peti mati menurut orang tersebut. Saya rasa orang tersebut harus membaca tulisan dari sumber referensi yang saya sudah sisipkan di atas. Atau setidaknya dari tulisan-tulisan Paulus dapat dimengerti bahwa salib bukan lagi hal yang hina dan menyengsarakan. Namun hal yang mengingatkan kita akan kasih karunia Kristus dan kita bermegah atas karyaNYA. Galatia 6:14.

Dalam Perjanjian Lama bahkan tanda salib atau silang beberapa kali secara tidak langsung digambarkan. Gembala pernah menyampaikan beberapa waktu yang lalu tentang tanda salib yang terbentuk dari formasi perkemahan Israel di sekeliling Kemah Pertemuan. Bilangan 2:1-34. Atau jika kita mundur ke masa Paskah pertama bagi Israel, yaitu saat mereka membubuhkan darah di ambang pintu rumah mereka. Keluaran 12:22.

Jadi salib bagi kita yang hidup sekarang adalah lambang dari ingatan kita akan sesuatu yang sudah terjadi lebih dari dua ribu tahun lalu. Bahwa ada seseorang yang mati bagi kita untuk keselamatan hidup kita, sampai kepada kekekalan. Markus 16:8. Namun kita harus ingat salib itu adalah lambang atau simbol.

Ketika salib itu kemudian menjadi benda yang dapat kita lihat bahkan melekat pada tubuh kita, bukan berarti kita diselamatkan oleh benda berbentuk salib itu. Sama seperti cincin pernikahan yang dipakai suami dan istri tidak dapat mengikat pernikahan menjadi kuat. Ia hanyalah simbol pengingat akan kasih yang murni dan tak berujung dalam pernikahan Kristen.

Apa yang menyelamatkan kita adalah kasih karunia Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. IA dulu tergantung di kayu salib untuk menebus dosa kita. Tapi IA tidak selamanya tergantung di sana.

IA mencucurkan darah, membasuh dosa kita. IA kemudian bangkit, memberi kemenangan bagi kita atas dunia. IA menjadi jaminan keselamatan bagi semua orang yang percaya. 1Yohanes 5:4-6.

Hal ini tidak bisa disamakan dengan kisah manapun tentang ilah-ilah yang mati dan bangkit dalam agama pagan.[2] Hanya Yesus yang mati dan hidup kembali dengan membawa penebusan di tanganNYA. Kolose 1:13-14. Dalam Kristus kita tidak disucikan dengan ritual agamawi, tetapi dengan darahNYA sendiri. Sesuatu yang lebih mahal, lebih baik, lebih berharga. Ibrani 9:22-25. Percayalah kepada karya Salib Kristus, karena olehNYA kita mendapatkan keselamatan.


[1] Steven Shisley, “Jesus and The Cross: How The Cross Became Christianity’s Most Popular Symbol” https://theologyandthecity.com/2018/03/27/jesus-and-the-cross-how-the-cross-became-christianitys-most-popular-symbol/. Terakhir diakses 17 Maret 2024.

[2] Andreas Kostenberger, L.S. Kellum, and C.L. Quarles, The Cradle, the Cross, and the Crown: An Introduction to the New Testament (Nashville, TN: B&H Publishing, 2009), 96-97. Kindle.

RECONNECT

Kolose 1:21-22.

Saya sering menyampaikan bahwa kerinduan untuk terhubung kembali dengan Tuhan muncul dikarenakan ada sesuatu yang terputus (Ing.: disconnect). Hal ini terjadi kepada semua manusia, tidak peduli status, suku, ras, atau posisi geografisnya. Ada yang menyebut manusia menyadari kekosongan dalam hidupnya, namun ruang kosong Rohani itu hanya bisa diisi oleh Tuhan.

Namun sebelum kita membahas lebih jauh mengenai hal ini, mari kita melihat lini masa (Ing.: timeline) dari kehidupan Kristen. Saya juga sering menyampaikan ini di banyak kesempatan, bahwa perjalanan hidup seorang Kristen secara sederhana terdiri atas 5 titik: Kemuliaan – Dosa – Yesus – Gereja – Kemuliaan (K-D-Y-G-K; atau dalam Bahasa Inggris G-S-J-C-G: GlorySinJesusChurchGlory). Kelimanya bisa juga dipakai untuk menerangkan secara singkat kepada orang di luar Kristus  tentang iman Kristen.

Poin kedua dan ketiga adalah poin yang memicu lahirnya Paskah (Ibr.: pesakh, Ing.: passover). Secara arti kata kita bisa menerjemahkannya: “untuk melewati”.[1] Maksudnya kebinasaan harusnya melawat suatu tempat/rumah, tetapi kasih karunia meluputkan tempat tersebut. Sehingga kebinasaan “melewati” rumah tersebut. Dengan pemahaman ini kita sadar bahwa Paskah bukan sekadar nama kegiatan yang kita rutin lakukan setiap tahun.

Tindakan yang penuh dengan kasih karunia inilah yang berusaha dijelaskan Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose. Mari kita melihat kembali ayat yang sudah kita baca di awal. Dalam Kolose 1:21 kita melihat bahwa manusia berjalan dalam hidup yang berujung pada kebinasaan karena:

  • Hidup jauh dari Allah.
  • Memusuhi Allah dalam hati dan pikiran.
  • Menghasilkan perbuatan-perbuatan yang jahat.

Dari ketiga hal tersebut kita semakin yakin bahwa tidak mungkin seseorang dapat lepas dari kebinasaan. Hubungan kita dengan Allah terputus! Syukur kepada Allah yang berinisiatif untuk “memperdamaikan” sehingga hubungan yang putus dapat dipulihkan. Ayat 22a.

Dahulu manusia berseteru dengan Allah (Roma 5:10), putus hubungan, dan tidak bisa membangun “jembatan” dengan usaha sendiri untuk memulihkan hubungan tersebut. Pada posisi inilah manusia membutuhkan karunia ilahi yang dinyatakan dalam firman (Allah) yang menjadi manusia (Yohanes 1:14), inilah tubuh jasmani Kristus. IA membangun jembatan antara Allah dengan manusia dengan melakukan tindakan penebusan (kematianNYA di kayu salib). Ini harga yang mahal ditanggung Yesus bagi manusia. 1Petrus 1:18-19.

Semua hal yang Yesus lakukan, yaitu menghubungkan kembali manusia dengan Allah, bukan dengan tanpa tujuan. Tujuannya jelas disampaikan di Kolose 1:22c, menjadikan manusia “sempurna” di hadapan Tuhan. Hal ini sudah juga Yesus sampaikan ketika mengajar murid-muridNYA untuk “menjadi sempurna seperti Bapa di Surga”. Matius 5:48.

Kesempurnaan yang dimaksud adalah menempatkan pengikut Kristus dalam posisi:

  • Kudus.
  • Tak bercela.
  • Tak bercacat.

Ini adalah kondisi manusia pada mulanya (Ibr.: bereshit).[2] Ciptaan yang mulia, serupa dengan Allah, dan memiliki hubungan erat denganNYA. Kondisi inilah yang hancur oleh karena dosa. Namun Yesus hadir untuk menjadikan kita manusia baru. Efesus 4:23-24. Kita melihat di ayat 23 yang diperbarui adalah “roh dan pikiran”.

Dari sini kita sadar bahwa ini bukan semata-mata hal-hal fisik. Tetapi roh kita yang akan terhubung dengan Tuhan setelah kita diselamatkan oleh karya penebusan Yesus. Yesus pernah berkata bahwa Allah adalah Roh (Yohanes 4:24), kita terhubung denganNYA saat menyembah dalam roh dan kebenaran. Ayat 23

Kebenarannya bahwa terhubung kembali dengan Allah bukan tentang ritual agamawi yang penuh ikatan, atau hidup dalam dosa yang memperhamba manusia. Tetapi ini tentang pengalaman kebebasan di dalam Yesus. Yohanes 8:36, 2Korintus 3:17. Namun kita harus sadar kebebasan yang kita terima bukan untuk hidup sembarangan dan kembali berbuat dosa. Hidup kita adalah hidup sebagai pelayan yang menunjukkan kasih Allah. Galatia 5:13. Mari kita menerima Yesus dan kembali terhubung dengan Allah.


[1] Chabad eds., “What Is Passover (Pesach)?”  https://www.chabad.org/holidays/passover/pesach_cdo/aid/871715/jewish/What-Is-Passover-Pesach.htm. Terakhir diakses pada 16 Maret 2024.

[2] Avital Snow, “Where Do I Begin: The Hebrew Meaning of Bereshit”  https://firmisrael.org/learn/where-do-i-begin-the-hebrew-meaning-of-bereshit/. Terakhir diakses pada 16 Maret 2024.

MOTIVASI DOA

1Samuel 1:15.

Kalau kita bicara tentang motivasi, ini adalah topik yang sering dibahas ketika mempelajari perilaku manusia. Saat saya kuliah psikologi beberapa rekan mahasiswa mengatakan bahwa judul skripsi dengan variabel “motivasi” adalah judul yang mudah dikerjakan. Alasannya karena begitu banyak literatur mengenai teori motivasi dan banyak skripsi yang meneliti motivasi. Sehingga contohnya berlimpah sehingga mempermudah penyelesaian tugas tersebut.

Motivasi adalah suatu “kekuatan” yang mendorong seseorang untuk mencapai sesuatu, hal ini bisa datang dari dalam atau dari luar seseorang.[1] Menariknya menurut ahli lain emosi seseorang (dalam hal ini baik emosi positif, maupun emosi negatif) dapat meningkatkan motivasi orang tersebut untuk mencapai suatu kualitas hidup yang lebih baik.[2]

Apa saja emosi positif itu? Penghargaan, kegembiraan, cinta/kasih, sukacita, pengharapan, bersyukur, rasa diri berharga, kesenangan/hiburan, inspirasi, kagum, dan ketentraman. Sementara emosi negatif bisa berupa marah, rasa terhina, malu, muak, rasa bersalah, dipermalukan, takut, benci, sedih, dan stres.[3] Kedua emosi ini dalam “takaran” yang tepat (dituliskan di sumber yang sama rasio positif : negatif setidaknya 3 : 1) akan menjadi sumber motivasi yang baik.[4]

Dengan pemahaman ini mari kita kembali ke kisah yang melatarbelakangi ayat di awal penyampaian saya ini. Tokoh yang diceritakan adalah seorang perempuan yang tidak bisa mengandung. Ia memiliki suami yang baik, tetapi juga memiliki “rival” yaitu istri kedua dari suaminya. Sayangnya, sang istri kedua menghasilkan keturunan, sementara dia tertutup kandungannya. 1Samuel 1:1-7. Dia marah, merasa terhina, malu, merasa bersalah, sedih, dan saya percaya dia stres. Ayat 10.

Tetapi lihat respons suaminya di ayat 8. Dia dihargai, dicintai, dihibur, ditentramkan hatinya oleh seorang suami yang inspiratif. Harusnya ini cukup untuk menetralkan emosi negatifnya. Tetapi ada satu hal yang memotivasinya untuk berdoa: ia punya pengharapan besar terhadap kuasa Tuhan. Ayat 10-11.

Kalau kita membaca kisah ini, pada akhirnya Allah memberi jawaban doa yang sesuai, bahkan lebih. Ayat 20, 1Samuel 2:21. Tetapi dalam bagian Alkitab lain kita mendapati kisah yang sangat kontras. Mari kita lihat apa yang ditulis di Ibrani 11:36-39. Ini punya kemiripan dengan kisah yang dialami Paulus di 2Korintus 12:8-10. Tapi ia tetap berdoa karena ia punya pengharapan yang pasti di dalam Tuhan Yesus Kristus.

Saya tidak bisa melihat ke dalam hati jemaat satu per satu, untuk melihat motivasi Anda datang beribadah. Kemudian saya juga tidak tahu emosi positif dan negatif yang sedang jemaat rasakan. Tetapi satu hal yang saya tahu, doa orang benar bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Yakobus 5:16. Jika kita datang dengan motivasi yang salah, mari sucikan dan kuduskan hati kita, saat kita memuji, menyembah, berdoa kepadaNYA.  


[1] Hamzah Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya – Analisis di Bidang Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 1. Google Buku.

[2] Irene Prameswari Edwina, Relationship Flourishing pada Suami/Istri: Determinan dan Pengembangannya, dalam “Spiritualitas dan Kesejahteraan Psikologis,” R.T. Manurung dan M.Y. Megarini, eds. (Yogyakarta: Zahir Publishing, 2022), 73. Repository Maranatha.

[3] Ibid., 72-73. 

 [4] Ibid., 73.

Who wants to be a millionaire

Lukas 19:1-2.

Who wants to be a millionaire”mungkin jemaat mengenal program kuis yang satu ini. Kuis ini menguji bukan saja kemampuan pengetahuan umum seseorang, tetapi juga strategi mereka untuk dapat menggunakan pilihan bantuan yang disediakan. Tujuan akhirnya mendapatkan hadiah 1 milyar rupiah!

Kalau saya bertanya kepada jemaat, apakah ada yang mau mendapat 1 milyar rupiah, tentu saja tidak akan ada yang berkata tidak, bukan? Tetapi apa yang harus jemaat lakukan untuk mendapatkan itu? Bagi orang-orang tertentu mereka rela melakukan apapun untuk mendapatkan uang. Namun apa yang sebenarnya mereka kejar adalah sebuah status.

Ini mungkin yang terlintas di dalam pikiran Zakheus ketika ia mulai membangun reputasinya sebagai seorang pemungut cukai. Bahkan sekarang ia menjadi pemimpin dari para pemungut cukai. Ia digambarkan oleh seorang pendeta di Amerika Serikat seperti seorang “kepala preman” yang memeras cukai dari rakyatnya sendiri.[1]

Ia mendapatkan status terkenal (meskipun dalam hal yang buruk, dalam Bahasa Inggris disebut “notorious” bukan “famous”) dan uang yang berlimpah. Apa yang kurang? Kita bisa melihat dalam kelimpahannya tetap ada yang kosong di dalam hatinya. Hal yang kurang lebih sama sempat dikatakan oleh seorang penyanyi yang sudah meninggal, Freddie Mercury.[2] Ada ruang kosong di hatinya saat statusnya kaya dan terkenal, ia butuh suatu kasih yang tidak bisa diberikan oleh kekayaannya.  

Zakheus mengetahui ada ruang yang kosong di hatinya saat ia mendengar tentang Yesus. Apalagi ia mendengar bahwa Yesus disebut sebagai Mesias. Sosok yang didambakan oleh semua orang Yahudi. Kisah Zakheus selanjutnya dari ayat 3-10 menunjukkan bahwa ada intervensi kasih karunia Ilahi yang menyelamatkan dia. Perubahannya begitu dramatis, ia langsung menyatakan meninggalkan cara hidupnya yang lama setelah Yesus masuk dalam kediamannya.

Video dan penampilan yang ditayangkan di awal khotbah ini menunjukkan betapa Tuhan memiliki jenis kasih yang tidak dimiliki dan tidak dimengerti oleh dunia.[3] Hal ini seharusnya menjadi jawaban dari pencarian arti kehidupan. Efesus 3:16-19. Bagi seorang percaya ketika ia menemukan kasih yang seperti ini, akan membuatnya tidak malu-malu menyatakan diri pada dunia. Itulah mengapa kemudian seorang percaya perlu masuk ke dalam pengalaman Baptisan Air. Karena baptisan air adalah suatu Tindakan menyatakan diri kepada dunia, tentang perubahan hidup, dimana seseorang meninggalkan hidup yang lama dan berjalan dalam hidup yang baru, demi nama Yesus. Hal ini tersirat dari tindakan Zakheus di Lukas 19:8 dan nampak nyata dalam hidup jemaat mula-mula yang percaya kepada Yesus melalui khotbah Petrus. Kisah Para Rasul 2:37-38.


[1] Judah Smith, Jesus Is – Find a new way to be human (Nashville, TN: Thomas Nelson, 2013), Superbad or Sortabad – Zacchaeus the Gangster. Kindle.

[2] Alpha Film Series-01 – Is there more to life than this? https://youtu.be/hBMMD5C0k-s?si=U46sUMfyi5wau8ns&t=353. Terakhir diakses pada 18 Februari 2024.

[3] Dengarkan lagunya di tautan ini: https://youtu.be/Q5cPQg3oq-o. Lihat lirik terjemahannya di tautan ini: https://jeffminandar.files.wordpress.com/2024/02/god-only-knows.pdf.

REKINDLE THE FIRE

Kejadian 4:3-4.

Ini adalah suatu kerinduan dari Five O Youth untuk kembali ke posisi “pada mulanya”. Dimana Allah memperhatikan (dalam TB disebut “mengindahkan” dan dalam TL disebut “berkenan”) akan persembahan yang dibawa Habel bagi Tuhan. Ada kerinduan untuk kembali kepada mezbah, dengan suatu persembahan di atasnya, yang menarik perhatian Allah.

Kalau kita membaca keseluruhan kisah tentang Kain dan Habel dari ayat 1-7 sebenarnya apa yang membedakan kedua persembahan yang mereka bawa? Ada peneliti Alkitab yang mengomentari bahwa persembahan yang dibawa oleh mereka adalah persembahan ucapan syukur bukan persembahan sebagai pengampunan dosa. Itulah mengapa mereka membawa hasil dari apa yang mereka kerjakan.[1]

Namun kita juga melihat pandangan lain yang melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Kain tidak diindahkan Tuhan karena keadaan manusia rohaninya. Jadi bukan karena perbedaan jenis persembahan yang dia bawa dibandingkan Habel, adiknya.[2] Hal ini diperkuat dengan pernyataan penulis Ibrani dalam Ibrani 11:4.

Tentu saja saya tidak dapat menutup mata ada beberapa pandangan yang menyatakan bahwa Allah mengabaikan persembahan Kain karena persembahannya tidak mengandung unsur darah. Sementara ketelanjangan orang tuanya, Adam dan Hawa, ditutup dengan kulit binatang. Secara implisit menggambarkan ada penumpahan darah dalam prosesnya.[3]

Apapun itu, satu hal yang kita rindukan adalah menjadi orang-orang percaya yang tidak sekadar mengikuti tren terkini dalam penyembahan kepada Tuhan. Tetapi benar-benar memahami apa yang Tuhan mau saat ciptaanNYA datang menyembah. Mari kita menyamakan persepsi terlebih dahulu mengenai beberapa hal berikut ini:

  1. Prioritas kita adalah hal-hal rohani. 2Korintus 4:18. Kondisi jasmani manusia mudah sekali berubah, kalau kita menaruh prioritas pada yang terlihat kita akan mudah menjadi kecewa.
  2. Allah yang tidak kelihatan adalah pribadi, kita bisa memiliki hubungan yang dalam denganNYA. Efesus 5:32. Kita terhubung dengan Allah seperti pasangan yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Sama seperti semua hubungan yang intim, itu harus dijaga dan dikembangkan.

Sekarang kita satu pemahaman bahwa kita ingin memprioritaskan DIA dengan terhubung lebih dalam denganNYA. Tetapi Allah bukanlah manusia yang dipuaskan dengan pemberian-pemberian jasmani. IA tidak tertarik dengan cokelat dari Swiss, atau berlian 5 karat yang kita bisa berikan.

Belajar dari kisah Kain dan Habel, kalau kita memahami pandangan bahwa bukan jenis persembahannya yang menentukan. Maka kita harusnya beralih dari fokus dari hal-hal yang bisa kita berikan, kepada sikap hati kita yang menjadi dasar dari persembahan tersebut. Apakah kita melakukannya dengan terpaksa? Apa yang memotivasi kita melakukannya?

Suatu persembahan kepada Tuhan bentuknya bisa bermacam-macam. Beberapa di antaranya dengan menaikkan penyembahan, berdoa dan mengambil waktu saat teduh bersama Tuhan. Saya pernah menyampaikan hal ini dalam khotbah tentang “Angkat Tangan”.

Hal-hal tersebut adalah sesuatu yang nampak dalam aktivitas kita. Tetapi bukan berarti terbatas pada gedung gereja. Kita juga dapat mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan melalui apa yang kita lakukan di pelayanan, keluarga, pertemanan, pekerjaan dan pendidikan kita. Rasul Paulus pernah menasihati jemaat di Kolose untuk melakukan segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus. Kolose 3:17. Kalau kita ke ayat 14 segala aktivitas kita lakukan dengan dasar kasih. Itu yang membuat sempurna persembahan kita. Hal ini yang saya percaya tidak dimiliki Kain. Sehingga Allah berkata di Kejadian 4:7.

Saya akan menutup dengan ayat yang saya rasa sudah sering dibaca dan didengar. Tetapi mungkin sering kita tidak meresapi bahwa ayat ini menggambarkan tahapan yang diharapkan dalam persembahan hidup. Roma 12:1-2. Mezbahnya adalah tempat, situasi-kondisi, privilege, posisi, status kita. Persembahan hidupnya adalah apa yang dilakukan tubuh kita. Tetapi perhatikan kehendak Allah supaya mezbah dan korban persembahan itu diterima. Itu harus baik, berkenan kepada Allah, dan sempurna.

Jangan berpuas pada melakukan yang baik. Pastikan hal itu berkenan kepada Allah, dengan menjaga motivasi di dalam diri kita. Mata kita tertuju pada kesempurnaan, yang sebenarnya Tuhan sediakan bagi kita. 2Tesalonika 1:11.


[1] J. H. Walton, V. H. Matthews and M. W. Chavalas, The IVP Bible Background Commentary: Old Testament (Downers Grove, IL: IVP Academic), 33.

[2] E. Elmi,  G. C. Sambano,  E. Somakila & G. G. Kadaang, Persembahan yang Layak di Hadapan Tuhan Ditinjau dari Kejadian 4: 1-16 Perspektif Teori Behavioristik (isf.io: 2019), 4.

[3] Troy Lacey, “Cain and Abel” https://answersingenesis.org/bible-characters/cain-and-abel/. Terakhir diakses pada 17 Februari 2024.

PERTANYAAN DAN PERNYATAAN  

Matius 16:13-17.

Bahasa adalah sesuatu yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Bahasa membuat kita tertawa, kecewa, menangis, terkagum, tertegun, dan mengeluarkan banyak ekspresi lainnya. Kita ingin mengekspresikan perasaan yang tak terlihat juga dengan bahasa, supaya orang lain memahami  keinginan, kebutuhan, dan keyakinan kita.

Dalam bahasa ada kalimat dan kata-kata yang membentuknya. Suatu kata tentu saja adalah kumpulan dari huruf-huruf tertentu. Menarik bahwa perbedaan minor pada penempatan huruf atau pergantian huruf bisa menimbulkan pengertian yang berbeda. Misalnya:

  • Carry dan Camry.
  • Pemimpi dan Pemimpin.
  • Pertanyaan dan pernyataan.

Untuk poin yang terakhir itu bukan sekadar permainan huruf. Namun adalah realitas dari kehidupan seorang Kristen. Setelah “pertanyaan” muncul “pernyataan” seperti yang kita lihat bersama di ayat 13-17 tadi.

Mari saya bawa Anda kepada pengertian bahwa “setelah pertanyaan, berikutnya perlu ada pernyataan”. Kehidupan adalah rangkaian pertanyaan. Ada banyak hal dalam hidup ini yang menjadi pertanyaan di benak kita. Setiap jawaban yang kita temukan membawa kita ke sebuah pernyataan.

Contohnya saya bertanya saya warga negara apa? Melihat catatan sejarah orang tua saya, catatan kelahiran saya, undang-undang yang berlaku, dan pengakuan dari negara tentang saya. Maka saya dapat dengan yakin mengeluarkan pernyataan bahwa saya adalah warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sekarang pertanyaan apa yang mengganggu pikiran Anda? Apapun itu saya bisa melihat bahwa cepat atau lambat Anda akan sampai pada titik Anda mengeluarkan pernyataan. Jemaat ingat 5 pertanyaan hidup yang diungkapkan Myles Munroe? Saya sempat membahasnya sebentar di khotbah dengan judul “Kesempatan Menginjil”.

Lima pertanyaan hidup itu adalah mengenai:

  1. Identitas (Siapa saya?)
  2. Warisan/Asal muasal (Dari mana saya?)
  3. Alasan (Mengapa saya ada?)
  4. Potensi (Apa yang dapat saya lakukan?)
  5. Tujuan (Kemana tujuan saya?)

Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini akan membutuhkan waktu yang panjang. Namun demikian ada satu bagian ayat-ayat dalam Kisah Para Rasul 8:30-38 yang dapat menjawab pertanyaan kita, sekali lagi saya akan memakai bantuan diagram perjalanan kehidupan Kristen. Kemuliaan – Dosa – Yesus – Gereja – Kemuliaan.

Kita melihat di ayat 36 setelah pertanyaan-pertanyaan itu mendapatkan titik terang, maka seseorang masuk dalam tahapan pernyataan, apakah seseorang percaya pada Yesus atau tidak? Saat ini saya ingin bertanya kepada jemaat baik yang sudah dibaptis, maupun yang belum. Apa halangan Anda menyatakan diri sebagai orang yang percaya kepada Yesus?

Kita bisa saja tidak mendapat semua jawaban dari pertanyaan kita. Tetapi ada satu titik terang yang membawa kita harus membuat pernyataan, apakah saya di sisi percaya Yesus atau di sisi sebaliknya? Ada suatu ayat yang terkenal di Markus 8:38 yang menantang kita untuk membuat pernyataan yang berani di depan umum.

Baptisan Air adalah pernyataan iman seseorang yang percaya kepada Yesus secara terbuka. Kalau Yesus ketika disalibkan secara terbuka dan berani menyatakan bahwa orang yang percaya kepadaNYA akan mendapat bagian dalam Firdaus. Lukas 23:42-43. Mengapa kita tidak mau membuat pernyataan bahwa Yesus mati bagi keselamatan kita? 1Korintus 11:26.

THE ENDGAME

1Tesalonika 1:8-10.

Ini adalah istilah yang sangat terkenal beberapa tahun yang lalu. Dimulai dari nama sekuel film terkenal The Avengers dari Marvel.[1] Kemudian istilah dari film ini juga sempat dipakai oleh Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di beberapa forum Internasional.[2] [3]

Tetapi kemudian dalam sebuah artikel saya membaca bahwa Merriam-Webster, salah satu referensi kamus Bahasa Inggris, menjelaskan bahwa “endgame” adalah istilah yang dipakai dalam dunia permainan catur, yang mengisyaratkan bahwa permainan itu sudah memasuki babak akhir. Pada saat “endgame” pemain hanya memiliki waktu singkat untuk berpikir dan mengambil Keputusan. Keputusan ini yang akan menentukan hasil akhir pertandingan.

Saya melihat ini juga yang dituliskan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Bahwa pelayanan kita kepada Allah selama kita hidup akan berujung pada kedatangan Yesus kali yang kedua. Sehingga masa penantian di akhir zaman ini adalah kesempatan untuk kita melayani Allah.

Konsep melayani Allah akan berbeda-beda jika ditanyakan kepada orang yang berbeda. Misalnya saja saya bertanya kepada 3 pelayan Ibadah Raya yang berbeda, mereka punya jawaban masing-masing. Saya pernah menyampaikan tentang pelayanan kepada Allah itu bisa dalam bentuk-bentuk seperti ini:

  • Melayani keluarga. 1Timotius 5:16.
  • Mengerjakan tugas yang kita dapatkan di berbagai konteks (pekerjaan, pendidikan, pelayanan rohani). Efesus 6:5 (hamba-hamba), Kolose 1:25 (pelayan firman).
  • Melayani Rumah Tuhan. Lukas 1:8 (Zakaria), 7:1-5 (perwira Roma).
  • Mendukung pelayanan rohani orang lain. Lukas 8:3 (Yohana), Kisah Para Rasul 6:3-4 (Tujuh orang diaken).

Empat poin di atas saya rasa meliputi ketujuh “gunung” di dunia (hal ini pernah disampaikan kepada jemaat berdasar Yesaya 2:2), yang saya lihat dikemukakan juga oleh seorang pengajar dan penulis Kristen, C. Peter Wagner.[4] Untuk menyegarkan ingatan jemaat, ketujuh gunung yang menjadi pembentuk budaya dunia adalah[5]:

  1. Agama.
  2. Keluarga.
  3. Pendidikan.
  4. Media massa.
  5. Pemerintah.
  6. Seni dan hiburan.
  7. Bisnis.

Sehingga kita bisa melihat ada hubungan antara 5 poin perjalanan kehidupan Kristiani, 4 bentuk pelayanan kepada Allah, dan 7 gunung-gunung pembentuk budaya dunia. Kita harus memahami peran kita sebagai pengikut Kristus yang ada di akhir dari perjalanan hidup atau kalau memakai istilah Rasul Paulus, “pertandingan iman”, a game of faith. 2Timotius 4:7. Meskipun dalam terjemahan lain kata tersebut diterjemahkan sebagai “peperangan”.[6]

Kita harus waspada karena waktunya tidak banyak. Wahyu 1:3. Kita harus penuh pengetahuan akan apa yang akan terjadi dan tidak dikuasai hawa nafsu supaya kita tidak mudah disesatkan. 2Petrus 2:1-3. Demikian pun kita juga tidak lepas dari realitas dan memahami bahwa kita masih memiliki kesempatan untuk melayani dengan kasih. Galatia 5:13.  

Banyak orang mengaku dapat bertanding dengan baik, tetapi jika mereka tidak dapat bertahan dalam “endgame” ini, mereka dapat dikalahkan. Kekalahan ini dapat berujung pada pemisahan, bahkan lebih fatalnya kebinasaan. Wahyu 14:9-11. Namun demikian kita melihat di ayat selanjutnya (ayat 12) pentingnya ketekunan, menurut pada firman Allah, dan iman kepada Yesus.  

Mari kita bijak memakai kesempatan yang masih kita miliki. Berapa pun jangka waktu sampai hari Tuhan itu datang, mari kita terus tekun, menurut pada firman, dan jangan lepaskan iman kita. Ketahuilah kita pasti ada di pihak yang menang. Wahyu 17:14.


[1] Rachel Foley, “Avengers Endgame: Semua yang perlu Anda ketahui tentang Marvel Cinematic Universe” dalam https://www.bbc.com/indonesia/majalah-48008865. Terakhir diakses 26 Januari 2024.

[2] Prima Wirayani, “Dunia Hadapi Perang, Siapa ‘Thanos’ yang Disebut Jokowi?” dalam  https://www.cnbcindonesia.com/news/20180912143835-4-32762/dunia-hadapi-perang-siapa-thanos-yang-disebut-jokowi. Terakhir diakses 26 Januari 2024.

[3] Rakhmat Nur Hakim dan Fabian Januarius Kuwado, “Saat Jokowi Singgung Avengers End Game di Depan Parlemen Australia…” https://nasional.kompas.com/read/2020/02/10/14172161/saat-jokowi-singgung-avengers-end-game-di-depan-parlemen-australia

[4] C. Peter Wagner, Dominion! Your Role in Bringing Heaven to Earth (Shippensburg, PA – USA: Destiny image Publishers, 2022), 8. Kindle.

[5] Wagner, Dominion!, 8-9.

[6] 2Timotius 4:7 Terjemahan Lama (TL-LAI).